Bulan Ramadhan dinilai sebagai bulan yang paling berkah dibanding bula-bulan pada umumnya. Tidak heran, pada bulan ini ada banyak sekali keistimewaan yang telah diberikan oleh Allah swt. Di antaranya, bulan Ramadhan merupakan bulan diturunkannya Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah swt berikut,
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ
Artinya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah [2]: 185)
Menafsiri ayat di atas, Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim (juz 1, hal. 292) menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, tepatnya pada malam lailatul qadar sebagaimana firman Allah swt berikut,
إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ
Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al-Qadr [97]: 1)
Ibnu Katsir melanjutkan, dalam proses turunnya, Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Jika Suhuf Nabi Ibrahim, Taurat Nabi Musa, Zabur Nabi Daud dan Injil Nabi Isa diturunkan sekaligus, tetapi Al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap; tahap pertama diturunkan sekaligus dari langit langit dunia ke Baitul ‘Izzah, sementara tahap kedua diturunkan secara berkala dan terpisah sesuai peristiwa yang terjadi kepada Rasulullah saw.
Dalam proses turun berkala itu, Al-Qur’an diturunkan dalam bulan yang berbeda-beda. Ibnu Katsir menyebutkan sebanyak enam bulan; bulan Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan Rabi’ul Awwal.
Selain bulan Ramadhan bertepatan dengan turunnya Al-Qur’an, bulan Ramadhan juga menjadi waktu rutinan Nabi Muhammad saw untuk bertadarus Al-Qur’an kepada Malaikat Jibril. Dalam hadits riwayat Ibnu ‘Abbas dijelaskan,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Artinya, “Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)
Hadits ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah saw mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam setahun pada bulan Ramadahn bersama Malaikat Jibril. Kecuali pada tahun terakhir menjelang kewafatan, Rasulullah saw mengkhatamkannya sebanyak dua kali.
Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 1393 M.), ulama besar yang dalam bidang Aqidah bermadhab Asy’ariyah dan dalam bidang fiqih bermazhab Hanbali, menuturkan bahwa hadits ini menunjukkan kesunnahan bertadarus Al-Qur’an pada malam bulan Ramadhan secara berjama’ah. Dalam kitab Bughyah al-Insan fi Wadza’if Ramadhan, Ibnu Rajab menjelaskan,
و دل الحديث أيضا على استحباب دراسة القرآن في رمضان والاجتماع على ذلك، وعرض القرآن على من هو أحفظ له، وفيه دليل على استحباب الإكثار من تلاوة القرآن في شهر رمضان
Artinya, “Hadits ini juga menunjukan kesunahan bertadarus Al-Qur’an pada bulan Ramadhan secara berjama’ah. Menyetorkan Al-Qur’an kepada orang yang lebih hafal darinya. Hadits ini sekaligus menunjukkan kesunahan memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.” (Lihat Ibnu Rajab, Bughyah al-Insan fi Wadza’if Ramadhan, hal. 42)
Ibnu Rajab melanjutkan, hadits Ibnu Abbas di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw setor Al-Qur’an kepada Malaikat Jibril pada malam hari di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, memperbanyak baca Al-Quran disunahkan pada malam hari di Bulan Ramadhan.
Alasannya, waktu malam merupakan saat manusia terbebas dari segala kesibukan, saat keresahan terkumpul dan waktu yang tepat untuk merenung. (Bughyah al-Insan fi Wadza’if Ramadhan, hal. 42)
Dalam beberapa riwayat, bulan Ramadhan juga menjadi waktu istimewa bagi Rasulullah, para sahabat dan para ulama pada umumnya untuk lebih fokus memperbanyak membaca Al-Qur’an. Saat memasuki bulan Ramadhan, Rasulullah sendiri akan lebih banyak membaca Al-Qur’an dibanding malam-malam lainnya.
Dalam satu riwayat juga dijelaskan, bahwa salah seorang sahabat Nabi yang bernama Hudzaifah ikut bermakmum shalat dengan Rasulullah pada bulan Ramadhan. Hudzaifah menuturkan, bahwa Nabi membaca surat al-Baqarah, an-Nisa dan Ali ‘Imran. Setiap bertemu ayat yang menjelaskan tentang ancaman, beliau berhenti dan berdoa agar dijauhkan dari ancaman itu.
Dalam riwayat lain juga dijelaskan, bahwa Qatadah (salah satu sahabat Nabi), mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak satu kali dalam tiap minggunya di bulan-bulan biasa. Pada bulan Ramadhan dinaikan menjadi satu kali khatam dalam tiga hari sekali. Sementara memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Qatadah mengkhatamkan satu kali pada setiap malamnya.
Dikisahkan juga, Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak enam puluh kali saat bulan Ramadhan. Di sisi lain, Imam Malik akan menyudahi aktifitas mengajarnya pada bulan Ramadhan untuk dialihfokuskan membaca Al-Qur’an.
Sufyan at-Tsauri (w. 778 M.), ulama yang setara kelimuannya dengan Imam empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal), akan meninggalkan ibadah-ibadah sunah selama bulan Ramadhan, untuk diganti fokus membaca Al-Qur’an.
Zubaid bin Harits al-Yami, ulama ahli hadis dari kaangan tabi’in, katika memasuki bulan Ramadhan akan mengumpulkan banyak Al-Qur’an, guna dibaca bersama murid-muridnya. Masih banyak sekali riwayat yang menjelaskan perhatian ulama untuk membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.
Sumber : LINK