Tidak terasa umat Islam kembali memasuki bulan Rajab. Entah disadari atau tidak, perjalanan hidup serasa semakin cepat. Tiba-tiba saja kita bertambah tua. Tiba-tiba saja kita menapaki kembali bulan Rajab. Tiba-tiba saja kita akan menghadapi bulan Sya’ban lalu bulan suci Ramadlan.
Sejatinya, tidak ada istilah “tiba-tiba”, karena waktu berjalan linier seperti lazimnya, kecuali timbul dari perasaan pribadi lantaran sikap abai alias tidak peduli. Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab” merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti mengagungkan atau memuliakan.
Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab biasa juga disebut “Al-Ashabb” (الأصب) yang berarti “yang mengucur” atau “menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya tetesan kebaikan pada bulan ini. Bulan Rajab bisa juga dikenal dengan sebutan “Al-Ashamm” (الأصم) atau “yang tuli”, karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada bulan ini.
Julukan lain untuk bulan Rajab adalah “Rajam” (رجم) yang berarti melempar. Dinamakan demikian karena musuh dan setan-setan pada bulan ini dikutuk dan dilempari sehingga mereka tidak jadi menyakiti para wali dan orang-orang shalih.
Allah memasukkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram alias bulan yang dimuliakan.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Artinya: Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. (QS At-Taubah:36)
Bulan haram adalah empat bulan mulia di luar Ramadlan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Disebut “bulan haram” (الأشهر الحرم) karena pada bulan-bulan tersebut umat Islam dilarang mengadakan peperangan.
Memang beberapa hadits dla’if, bahkan palsu, yang menjelaskan secara eksplisit tentang gambaran pahala amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab. Namun demikian, bukan berarti tidak ada keutamaan menjalankan ibadah, misalnya puasa, dalam bulan Rajab. Justru puasa menjadi istimewa karena dilakukan pada bulan istimewa. Hanya saja, seberapa besar pahala yang akan didapat, Allahu a’lam, hanya Allah yang tahu. Tugas hamba adalah menghamba kepada Allah dan seyogianya tak terikat dengan pamrih apa saja.
Dalam hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad dikatakan:
صُمْ مِنَ الْحُرُمِ
Artinya: Berpuasalah pada bulan-bulan haram.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunahan berpuasa menjadi kian bernilai bila dilakukan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap pekan.
Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab masuk dalam kategori al-asyhur al-fadhilah di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram.
Keitimewaan bulan Rajab juga terletak pada peristiwa ajaib Isra’ dan Mi’raj Rasulullah. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Rajab tahun 10 kenabian (620 M). Itulah momen perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu menuju ke sidratul muntaha yang ditempuh hanya semalam. Dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, umat Islam menerima perintah shalat lima waktu. Begitu agungnya peristiwa ini hingga ia diperingati tiap tahun oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia.
Saat memasuki bulan Rajab, Rasulullah memberi contoh untuk membaca:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Artinya: Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.
Karenanya, kesempatan ini agar tidak disia-siakan karena berada di bulan agung. Dari berbagai keterangan yang disebutkan tadi, sangat jelas bahwa bulan Rajab memiliki keutamaan lebih di atas bulan-bulan pada umumnya. Ia adalah momen untuk meningkatkan kualitas diri, baik tentang kedekatan kita kepada Allah (taqarrub ilallâh) maupun perbuatan baik (‘amal shâlih) kita kepada sesama. Belum tentu tahun berikutnya kita akan berjumpa dengan kesempatan merasakan kembali bulan Rajab. Saatnya menyisihkan fokus kita kepada bulan mulia ini di tengah kesibukan duniawi kita yang melengahkan.
Sumber : LINK