Aleppo adalah kota nomor dua terbesar di Suriah setelah Damaskus, terletak di bagian utara. Kota ini dipandang sebagai salah satu kota tertua di dunia, sudah ada sejak abad ke-11 Sebelum Masehi (SM). Beragam bangsa dan peradaban pernah menguasai kota ini sejak abad ke-4 SM, seperti Sumeria, Akadian, Amorites, Babylonia, Hithies, Mitanian, Assyria, Arametes, Chaldeans, Yunani, Romawi, Bizantium, dan Islam.
Aleppo kuno sempat mencapai masa kejayaannya pada masa kekuasaan Raja Hammurabi, Babilonia. Ketika dikuasai Romawi pada abad ke-5 M, agama Kristen pun menyebar di bumi Aleppo. Peradaban kota tua itu memasuki babak baru ketika Islam menancapkan benderanya pada 637 M. Di bawah kekuasaan Islam, kota Aleppo menjelma menjadi kota terkemuka dalam bidang ekonomi, sejarah, artistik, dan kebudayaan.
Letaknya yang strategis, telah menjadikan Kota Aleppo selama berabad-abad sebagai pusat perdagangan yang menghubungkan kawasan Laut Tengah dengan Mesopotamia. Kota ini juga dikenal sebagai kota kebudayaan Islam. Bangunan berarsitektur Islam sejak abad ke-7 M masih kokoh berdiri hingga saat ini di Aleppo.
Tak cuma itu, warisan arsitektur dari beragam dinasti seperti Umayyah, Abbasiyah, Hamdaniyah, Seljuk, Zankiyah, Ayubiyah, Mamluk, hingga Usmani masih menghias Kota Aleppo. Karena itu tak mengherankan jika pada 2006, Islamic Educational Scientific and Cultural Organization (ISESCO)-organisasi kebudayaan Organisasi Konferensi Islam (OKI)-mendaulat Aleppo sebagai ibu kota kebudayaan Islam.
Di antara warisan arsitektur itu adalah bangunan Masjid Agung Aleppo. Masjid ini pertama kali dibangun tahun 715-717 M, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Dinasti Umayyah. Arsitektur Masjid Agung Aleppo meniru arsitektur Masjid Damaskus. Pembangunannya yang hampir bersamaan, kemungkinan yang menyebabkan arsitektur kedua masjid ini tampak serupa.
John Warren dalam tulisannya yang bertajuk “Architecture of The Islamic World: Syria, Jordan, Israel, and Lebanon” mengungkapkan bahwa Masjid Agung Aleppo berkali-kali dihancurkan dan kemudian dibangun kembali. Bentuk bangunan masjid yang berdiri sekarang adalah hasil pembangunan secara total oleh Nur ad Din pada 1158, setelah mengalami kebakaran. Namun, tulis Warren, pada tahun 1260 sebagian dari bangunan masjid ini mengalami rekonstruksi setelah invasi orang-orang Mongol.
Menara berbentuk segi empat
Ciri khas dari Masjid Agung Aleppo adalah pada bagian menara (minaret). Menara Masjid Agung Aleppo memiliki bentuk yang unik dibandingkan menara masjid lainnya pada masa itu. Menara masjid ini sepenuhnya berbentuk segi empat dari dasar hingga puncak. Menara segi empat ini merupakan tren baru bentuk menara masjid pada masa itu.
Minaret setinggi 50 meter ini merupakan bagian dari bangunan masjid dari masa Seljuk. Pada bagian dinding menara terdapat inskripsi yang bertuliskan tahun 1090 dan nama Maliksyah (penguasa Seljuk yang berkuasa dari 1072-1092), Kadi bin al-Khashshab, dan Tutush ibn Alp Arselan (penguasa Seljuk 1078).
Menara yang dibangun oleh penguasa Seljuk pada tahun 1089 ini menggunakan batu sebagai material utama. Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak menara. Hasan bin Mufarraj, arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan muqarnas berdenah segi empat, mengikuti denah bawahnya, di puncak menara. Muqarnas tersebut menyerupai galeri dan berfungsi sebagai tempat muadzin.
Pengaruh seni arsitektur Romawi dan Byzantine, menurut Yulianto Sumalyo dalam buku “Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim”, cukup signifikan dalam dekorasi menara berupa molding, dan pelengkung-pelengkung mati. Pengaruh Arab juga cukup besar berupa kaligrafi menghias mengelilingi dinding dan muqarnas di bawah balkon pada puncak menara.
Arsitektur masjid mengedepankan pola hypostyle, mempunyai sahn (halaman terbuka) pada bagian tengah bangunan masjid. Pada bagian tengah sahn terdapat tempat wudhu beratap yang dilengkapi dengan keran air mancur. Di sisi tempat wudhu terdapat gardu atau semacam pavilion.
Kedua unit berdampingan tersebut beratap kubah, namun berbeda bentuk. Yang satu memiliki kubah berpenampang setengah bola, lainnya kubah berbentuk bawang. Keduanya juga mempunyai tritisan, berbentuk mengikuti denahnya, segi delapan.
Pelengkung iwan atau arcade yang terdapat pada bangunan Masjid Agung Aleppo, bagian ambang atasnya berbentuk setengah lingkaran tidak patah. Bentuk pelengkung seperti ini banyak digunakan pada bangunan dari zaman Romawi.
Konstruksi bangunan Masjid Agung Aleppo terbuat dari bata. Sistem konstruksinya terbilang cukup maju dibandingkan dengan masjid sezamannya, menggunakan pelengkung silang seperti yang banyak dipakai pada bangunan bergaya Gothik. Seperti halnya bangunan hypostyle pada masa itu, bagian ruang shalat dipenuhi oleh kolom berukuran besar dengan penampangnya berbentuk bujur sangkar berukuran 4 meter persegi.
Bagian mihrab masjid dibangun kembali pada tahun 1285 oleh Qalawun (penguasa Mamluk) setelah dibakar oleh Hulagu Khan. Sementara mimbar masjid dibangun pada masa Sultan al-Nasir Muhammad bin Qalawun.
Sumber : https://www.republika.co.id/