Alloh SWT dengan hikmah dan keadilan-Nya yang Maha Sempurna memuliakan sebagian hamba-hamba-Nya. Di antara sebab Alloh memuliakan mereka adalah karena ilmu, amal, kesabaran, keikhlasan dan keimanan mereka. Karena itulah Alloh SWT memuliakan para ulama’, yaitu orang-orang yang berilmu tentang Al Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman sebagaimana yang dipahami para sahabat, serta mengamalkannya. Di antara dalil Al Qur’an dan Hadits yang menunjukkan keutamaan para ulama adalah sebagai berikut:
“Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka bersabar (dalam menegakkan kebenaran) dan mereka meyakini ayat-ayat Kami(QS As Sajadah : 24).
“Sesungguhnya merupakan bagian dari sikap memuliakan Alloh adalah memuliakan orang muslim yang sudah beruban, pengemban Al Qur’an yang tidak berlebihan dan tidak kaku terhadap Al Qur’an, dan penguasa yang adil.” (HR Abu Dawud : 4843, dianggap sebagai Hadits Hasan oleh Adz Dzahabi, An Nawawi, dan Ibnu Hajar Al ‘Iraqi).
Selain para ulama’, Alloh SWT juga memuliakan para auliya seperti ditunjukkan oleh dalil-dalil. Dengan didasari oleh beberapa nash itu, serta didasari pula oleh fakta sejarah bahwa para sahabat memuliakan Rasulullah SAW, para Tabi’in memuliakan para sahabat, begitu pula para Tabi’it Tabi’in memuliakan para Tabi’in artinya: Suatu generasi memuliakan generasi sebelumnya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, maka kita sebagai generasi sekarang disamping memuliakan generasi-generasi yang terdahulu. Salah satu contoh perilaku memulikan ulama dan auliya’ adalah ziarah kepada para ulama dan auliya yang masih hidup, atau dalam ungkapan lain: berinteraksi dengan mereka, sedangkan dalam logat jawa dikenal dengan istilah Sowan Kepada Kiyai (maksudnya ulam’ atau auliya).
Sowan merupakan tradisi kaum santri berkunjung kepada seorang kiyai dengan tujuan meminta petunjuk atas permasalahan yang sedang dihadapi, meminta barokah doa dari kiyai, atau hanya sekedar shilaturrahim seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW: “Barang siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dilapangkan rejekinya, maka hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (HR Bukhori Muslim).
Bagi wali santri yang hendak menitipkan anaknya dipesantren, sowan kepada kiyai merupakan kegiatan yang sangat penting. Karena dalam kesempatan ini ia akan memasrahkan anaknya untuk dididik dipesantren oleh sang kiyai.
Begitu pula bagi calon santri, sowan inilah yang harus pertama kali ia lakukan untuk mengenali sang kiyai yang akan menjadi panutan sepanjang hidupnya. Tradisi sowan itu tidak hanya dilakukan oleh santri yang masih belajar di pesantren. Banyak santri yang telah berkeluarga dan hidup bermasyarakat yang mengunjungi kiyainya hanya sekedar ingin bersalaman, atau sengaja datang untuk membawa masalah yang hendak ditanyakan kepada sang kiyai.
Demikian inilah yang menjadikan hubungan antara kiyai-santri tidak mengenal kata putus. Kiyai selamanya tetap menjadi guru dan santri tetap menjadi murid. Dalam dunia pesantren, istilah alumni hanya dimaksudkan sebagai batasan waktu formal belaka untuk menunjukkan bahwa seorang santri pernah belajar di sebuah pesantren tertentu, tetapi tidak termasuk di dalamnya hubungan antara kiyai-santri, karena hubungan antara keduanya selamanya tetap terjalin dengan adanya tradisi sowan kaum santri kepada kiyainya.
Sementara di beberapa daerah, tradisi sowan itu momentumnya yang paling meriah adalah saat lebaran Hari Raya Idul Fitri. Biasanya, seorang kiyai juga sengaja mempersiapkan diri untuk menerima banyak tamu yang sowan kepadanya. Mereka yang sowan itu tidaklah sebatas para santri yang pernah berguru kepadanya, tetapi juga masyarakat, tetangga, bahkan pejabat yang tidak pernah berguru langsung kepadanya. Mereka datang dengan harapan memperoleh barokah dari kealiman atau kewalian sang kiyai, karena barang siapa yang bergaul dengan penjual minyak wangi niscaya akan tertular oleh semerbaknya bau wangi.
Pada bulan Syawal, sowan kepada kiyai merupakan sesuatu yang dianggap utama oleh kalangan santri, hampir sama pentingnya dengan mudik untuk berjumpa dengan keluarga dan kedua orang tua. Betapa tidak, karena kiyai bagi santri adalah guru sekaligus sebagai orang tua. Oleh sebab itu, sering kali mereka yang kembali pulang dari perantauan menjadikan sowan kepada kiyai itu sebagai alasan penting dalam mudik dihari lebaran. Bagi santri yang telah jauh berkelana mengarungi kehidupan, kembali berkunjung ke pesantrennya dan mencium tangan kiyainya merupakan isi ulang energi (recharger) untuk menghadapi perjalanan hidup ke depan. Seolah-olah setelah bermuwajahah dengan kiyai dan mencium tangannya, ia yakin semua permasalahan didepan pasti akan teratasi, karena semuanya itu diyakini pula sebagai barokah doa dari orang tua, kiyai dan wali.(sar)