Terkenal sebagai seorang ahli dalam strategi tempur, berani dalam medan perang, sekaligus seorang yang penuh kesantunan serta wira’i, itulah sosok Salahudin Al Ayyubi. Karakternya yang kuat dan prinsip-prinsip kesopanan yang dimilikinya membuat ia dihormati dan disegani oleh musuh-musuhnya. Bukti kehebatannya yang terkenal adalah setelah ia berhasil membebaskan kota suci Yerusalem dari para tentara Salib.
Salahudin Al Ayyubi lahir di Tekrit, Tepi Barat Tigris antara Mosul dan Baghdad pada tahun 532 H (1137 M). Salahudin memiliki nama asli Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi. Ia merupakan pendiri Dinasti Ayyubiyyah di Mesir dan Syria. Keluarga Salahudin Al Ayyubi sendiri mempunyai latar belakang keturunan Kurdi.
Tidak hanya terkenal pada dunia muslim, Salahudin juga terkenal di wilayah barat yang mayoritas Kristen. Ini disebabkan karena kepemimpinan, kekuatan militer, dan sifatnya yang kesatria dan pengampun saat sedang melawan tentara Salib waktu itu. Puncak kekuasaan Salahudin adalah ketika ia memerintah Mesir, Suriah, Mesopotamia, Hijaz, dan Yaman.
Disebutkan, Salahudin menjadi penentang tantara Salib selama 20 tahun dan akhirnya memukul mundur pasukan Salib aliansi Eropa. Perjuangan Salahudin menentang pasukan Salib bukan tanpa alasan. Kala itu, ketika umat Krisitiani memiliki kekuatan, selama tiga abad, mereka melakukan penyerangan kepada umat Muslim termasuk mengganggu jalur-jalur perdagangan serta jalur ziarah dan ibadah haji. Akibatnya, banyak umat Muslim yang menjadi korban, jutaan meninggal dalam perang , kelaparan, dan ketenangan ibadah kaum muslimin terganggu.
Puncaknya, pada tahun 1185, terjadi serangan dan penjarahan besar-besaran pada karavan umat Muslim yang sedang menunaikan ibadah haji oleh pasukan Salib yang dipimpin oleh Raynald de Chatillo. Keprihatinan Sultan Salahudin akan kondisi umat Islam yang tidak dapat dengan aman menjalankan ibadahnya tersebut membuat Sultan Salahudin terjun berjihad melawan aliansi pasukan Salib. Hingga akhirnya pada 4 Juli 1187, dipertempuran Hattin, pasukan Salahudin berhasil menggempur pasukan gabungan pimpinan Guy de Lusignan, pasukan Raja Yerussalem, dan pasukan Raymond III dari Tripoli. Kemenangan ini menjadi titik balik dalam Perang Salin dan Sultan Salahudin menangkap Raynald de Chatillo serta bertanggung jawab secara pribadi atas eksekusinya sebagai balasan atas penjarahannya pada kaum muslimin.
Setelah selama 88 tahun di bawah pengaruh kristiani, kota Yerussalem akhirnya direbut oleh Sultan Salahudin. Ia memasuki Yerusalem pada hari Jumat, 27 Rajab 583 H / 2 Oktober 1187 yang kemudian membersihkan tempat tersebut dengan mengeluarkan patung-patung salib yang terdapat di Masjid Al-Aqsha, membersihkannya dari segala kotoran dan najis serta mengembalikan kehormatan masjid tersebut. Sultan Salahudin meninggal di usia 55 tahun di kota Damaskus pada 16 Shafar 589 H / 21 Februari 1193 karena sakit yang dideritanya.
Seorang Salahudin, meski ia adalah seorang sultan dan prestasi perangnya sangat gemilang dalam membebaskan beban umat Muslim, ternyata ia adalah sosok yang sangat sederhana, jauh dari gemerlap kekayaan yang mungkin jamak melekat di kaum penguasa. Bahkan, Sultan Salahudin sendiri dikatakan belum sempat menunaikan ibadah haji meski beliau sangat menginginkannya. Mengingat kondisi saat itu, Sultan Salahudin senantiasa disibukkan oleh urusan kaum muslimin yang tengah mendapat tekanan dari kaum salib. Harta yang dimilikinya senantiasa ia sedekahkan untuk membantu sesama hingga Sultan Salahudin tidak memiliki kekayaan yang mewajibkan dirinya untuk berzakat.
Untuk diketahui, Sultan Salahudin dibesarkan di lingkungan yang penuh kezuhudan. Madrasah tempatnya belajar dan menimba ilmu agama merupakan madrasah yang dipelopori oleh Imam Al Ghazali dan Syaikh Abdul Qadir Al Jilani. Dalam naungan ilmu dan pengaruh kesalehan dua ulama besar inilah, Sultan Salahuin ditempa serta dididik. Tak heran bila kemudian Salahudin menjadi seorang penguasa yang tegas dalam memerangi kebatilan, seorang yang sufi, dan penuh kezuhudan.(sar/fa)