Nabi Muhammad Shollallohu’alaihi wa sallam merupakan manusia paling mulia. Beliau adalah sayyid dari seluruh anak Adam. Maka merupakan keniscayaan pula bila kita seharusnya berwajib untuk memuliakannya.
Banyak kisah bagaimana para sahabat memuliakan beliau, begitu pula riwayat dan saksi dari para alim. Diriwayatkan Rasulullah pernah bersabda yang artinya kurang lebih : “Saat aku tiba di depan kalian maka janganlah kalian berdiri seperti orang ‘ajm (Persia) yang selalu berdiri untuk memuliakan rajanya dan orang hebat di antara mereka”.
Memang, secara eksplisit Beliau Rasulullah tidak berkehendak para sahabat memuliakan Beliau pribadi. Namun, apa yang terjadi kemudian ? Manakala Rasululloh rawuh, seorang sahabat yakni Hassan bin Tsabit justru malah berdiri memuliakan beliau. Para sahabat yang masih duduk tentu heran dan menegur kenapa Hassan tidak mematuhi perintah Nabi.
Apa jawab Hassan ? Berdiri kepada orang yang mulia adalah wajib bagiku dan meninggalkan wajib itu tidak benar. Aku bingung pada orang yang memiliki akal sempurna, melihat sosok seindah baginda Nabi akan tetapi dia tidak mau berdiri memuliakannya.
Demi mendengar jawaban Hassan tersebut, serentak para sahabat pun ikut berdiri. Baginda Nabi tidak menegur Hassan. Malah, beliau tersenyum atas apa yang dilakukan Hassan dan para sahabatnya. Untuk diketahui, Hassan bin Tsabit adalah penyair kesukaan Rasulullah yang menjadi saksi hidup zaman jahiliyah, masa kenabian, dan masa kekhalifahan. Tak heran kala telah masuk Islam, dia gigih membela Nabi dengan syair-syair indah dan orasinya. Sampai-sampai Nabi mengucapkan doa yang terkhusus bagi Hassan bin Tsabit, yaitu : Alloohumma ayyidhu biruuhil qudus (Yaa Allah, berikanlah kekutaan padanya dengan ruh quds (Jibril)).
Semangat memuliakan Nabi selanutnya terus digaungkan oleh para tabi’in dan generasi ulama. Bermunculan kitab-kitab syair dan kitab-kitab maulid yang berisi riwayat hidup Nabi dan pujian-pujian atasnya. Salah satu yang terkenal di antaranya adalah Qosidah Burdah karya Imam Busiri. (*/fa)