Sebagai negeri yang penuh akan historis perjalanan budaya Islam, Indonesia pastinya memiliki banyak peninggalan kuno. Apalagi, ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 masehi. Peninggalan kuno yang masih ada hingga sekarang tersebut di antaranya adalah masjid. Banyak masjid di tanah air memiliki masa yang jauh lebih tua dari kemerdekaan Indonesia.
Sobat al amiin semuanya tentu sudah familiar dengan nama besar Masjid Ampel, Masjid Agung Demak, dan Masjid Menara Kudus. Ya, ketiga masjid tersebut memang termasuk masjid tua. Didirikan sejak tahun 1400-an, sangat wajar pula bila ketiga masjid ini dikenal luas mengingat masjid tersebut menjadi saksi akan keberadaan kerajaan Islam di Jawa dan peran penting Wali Songo.
Selain tiga masjid yang disebutkan di awal, ternyata ada masjid yang usianya diperkirakan lebih tua. Namanya adalah Masjid Saka Tunggal. Berlokasi di desa Cikakak, Kecamatan Wangong, Banyumas, Jawa Tengah, Masjid Saka Tunggal konon dibangun pada tahun 1288 oleh Kiai Mustolih. Sesuai namanya, masjid ini memiliki sebuah tiang penyangga di tengahnya dengan ukiran hiasan bunga dan tanaman.
Meski pada masjid Saka Tunggal terdapat angka tahun 1288, namun kapan awal mula masjid ini didirikan tidak ada yang secara pasti mengetahuinya. Informasi yang diwariskan secara turun temurun dari juru kunci, masjid ini dibangun ketika kerajaan Demak belum berdiri. Bahkan, saat itu mungkin masih era kerajaan Majapahit yang kental dengan aroma Hindu-Budha. Hal ini diperkuat dengan beberapa adat masyarakat yang ada di sana. Tradisi Islam masyarakat di lingkungan masjid Saka Tunggal sangat lekat dengan nuansa Jawa kuno.
Contoh tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat di sana adalah ganti jaro. Tradisi ini lakukan pada bulan Rajab, yakni berupa kegiatan mengganti pagar bambu di sekeliling masjid Saka Tunggal dengan pagar bambu yang baru. Warga desa Cikakak melakukan upacara ini secara gotong royong. Selain itu, mereka juga berziarah ke makam leluhur. Untuk kegiatan ganti jaro, tak jarang acara tersebut juga diikuti oleh utusan dari keraton Yogyakarta atau Surakarta.
Tentang cara peribadatan, secara umum masyarakat Islam di sekitar masjid Saka Tunggal tidak jauh berbeda dengan umat muslim lainnya. Namun ada sedikit keunikan. Masjid ini tidak menggunakan pengeras suara untuk mengumandangkan adzan. Kentong dan bedug juga ada di masjid ini, ditabuh ketika masuk waktu salat. Keunikan lainnya adalah adzan yang dikumandangkan secara serentak oleh empat muadzin saat ibadah Jumat. Dari segi masyarakatnya, warga desa Cikakak mayoritas adalah penganut Aboge, maksudnya menggunakan kalender Alif Rebo Wage. Jadi, adakalanya hari-hari besar Islam waktunya berbeda dengan umat Islam yang lain.
Masjid Saka Tunggal memiliki desain yang unik dengan satu pilarnya. Berada di area yang sejuk dikelilingi hutan pinus dan lembah dengan panorama pegunungan Wangon, menjadikan masjid tua ini salah satu tujuan wisata di Banyumas. Bagi sobat al amiin yang hobi jalan-jalan, tak ada salahnya bila sobat mencoba berkunjung dan salat berjamaah di sana.(fa)