Seiring meredupnya Kerajaan Sriwijaya, Palembang menjadi wilayah tanpa kekuatan pemerintahan yang disegani. Hal ini terjadi pada abad ke-13. Selanjutnya, tepatnya pada tahun 1375 M, Palembang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Saat itu Majapahit dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk yang kemudian menunjuk seorang perwakilan untuk mengatur pemerintahan di Palembang.
Namun, dalam perjalanannya, Kerajaaan Majapahit sendiri mengalami banyak kegoncangan internal yang mengakibatkan perhatian ke segenap daerah taklukannya terabaikan. Tak terkecuali pada Palembang. Palembang sempat mengalami vakum kekuasaan yang menjadikan daerah ini sarang bajak laut hingga kemudian diamankan oleh armada dari Tiongkok.
Kerajaan Majapahit selanjutnya mengirimkan seorang panglima bernama Arya Damar untuk menguasai kembali Palembang. Dibantu oleh pangeran dari Kerajaan Pangruyung, Arya Damar berhasil merebut Palembang. Ia lalu masuk Islam dan berganti nama menjadi Arya Abdillah. Dari sini, era pemerintahan Islam di Palembang dimulai. Arya Abdillah memerintah Palembang mulai dari 1455 hingga 1486 M.
Di sebagian literatur disebutkan, pelopor berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam adalah Ki Gede ing Suro, penguasa ke-3 atau ke-4. Namun sepertinya, Kesultanan Palembang benar-benar diproklamirkan pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman, penguasa ke-12 yang memerintah tahun 1662 sampai 1706 M.
Pengaruh keberadaan Kesultanan Palembang makin mengokohkan akan kuatnya pengaruh Islam di Nusantara. Tak hanya membentuk budaya, Kesultanan Palembang juga berjasa dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda. Salah satu rajanya, yakni Sultan Mahmud Badaruddin II tercatat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Perlawanan Kesultanan Palembang pada penjajah paling menonjol memang dimulai sejak perlawanan oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Saat itu, selain Belanda, Inggris juga masuk ke Palembang. Tahun 1811, ia menyerang pos Belanda di Palembang sekaligus menolak masuknya Inggris. Akibatnya, Thomas Stamford B. Raffles mengerahkan tentara untuk menyerbu Palembang hingga Sultan Mahmud menyingkir dari istana. Raffles menempatkan Sultan Ahmad Najamuddin II, adik Sultan Mahmud sebagai penguasa baru pada 1813.
Berselang beberapa tahun setelah penyerbuan Inggris, pasukan Belanda datang menyerang pada tahun 1818 dan menawan Sultan Sultan Ahmad Najamuddin II. Ia kemudian diasingkan di Batavia. Meski demikian, perlawanan Kesultanan Palembang tidak padam. Sultan Mahmud Badaruddin II kembali mengambil alih kendali dan memimpin perjuangan menentang penjajah. Belanda cukup kerepotan dengan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Badaruddin II. Tahun 1819, Belanda datang menyerang sehingga pecahlah perang Menteng. Belanda tidak berhasil dalam penyerangan ini. Kemudian, tahun 1821, Belanda kembali menyerbu Kesultanan Palembang dengan angkatan perang lebih dari 4000 prajurit. Dalam serangan kedua ini, Sultan Mahmud Badaruddin II berhasil ditawan oleh Belanda dan diasingkan ke Ternate.
Pasca diasingkannya Sultan Mahmud Badaruddin II, Kesultanan Palembang mulai meredup. Keberlangsungan pemerintahannya diawasi secara ketat oleh Belanda. Tahun 1824, sempat meletus kembali perlawanan namun dengan mudah dapat dipadamkan oleh Belanda. Sultan Ahmad Najamuddin III yang memerintah masa itu, menyerah pada tahun 1825 dan diasingkan ke Banda Neira. Selanjutnya, Kesultanan Palembang dihapuskan keberadaannya oleh kolonial Belanda.
Berselang hampir 200 tahun kemudian, Kesultanan Palembang kembali berusaha dihidupkan. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga nilai budaya, adat-istiadat, tata krama kemasyarakatan, nilai sopan santun, dan nilai-nilai agama yang seharusnya tetap melekat sejak dari era kejayaan kesultanan tempo dulu. Namun, hal yang disayangkan, terdapat perebutan siapa yang berhak memegang gelar Sultan Palembang. Perlu diketahui, saat ini, ada dua anggota keluarga yang memproklamirkan diri sebagai sultan. Pertama, Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja yang telah meninggal dan digantikan putranya Sultan Mahmud Badaruddin IV Jaya Wikrama. Dan kedua adalah Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin yang juga merupakan Ketua Umum Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam. Namun, terlepas dari siapa saja dan berapa jumlah sultan yang menjaga keberlangsungan Kesultanan Palembang, sudah seyogyanya mari kita doakan semoga segenap dzurriyah dari Kesultanan Palembang Darussalam senantiasa diberikan kekuatan dalam menjaga dan melestarikan khazanan nilai-nilai budaya keislaman di bumi Sriwijaya. (fa)