Kaligrafi secara harfiah bermakna tulisan yang indah dan mencakup penulisan indah dalam berbagai aksara. Istilah kaligrafi dalam Islam mengacu pada seni khat indah yang biasanya diimplementasikan pada ayat-ayat suci atau hadist. Seni khat ini banyak digunakan dalam interior bangunan Islam utamanya masjid atau karya tulis ulama semacam kitab-kitab.
Dalam khazanah Islam, manusia yang pertama kali mengenal kaligrafi adalah Nabi Adam AS. Hal yang wajar mengingat seni tulisan dikenal sejak manusia mengenal tulisan itu sendiri. Dinyatakan, Nabi Adam menulis di atas lempengan tembikar, tiga ratus tahun sebelum wafatnya. Usai banjir di zaman Nabi Nuh, tiap bangsa dari keturunan Nabi Adam mewarisi lempengan tembikar tersebut.
Sedangkan dalam peradaban Islam, kaligrafi mendapatkan tempat istimewa karena khat mendapatkan posisi penting dalam mendokumentasikan ayat-ayat suci Al-Quran dan hadis Nabi. Selain itu, karena dalam Islam ada larangan membuat lukisan makhluk hidup, maka curahan gairah seni kaum muslimin tersalurkan pada seni kaligrafi. Sehingga tak heran bila kemudian kaligrafi banyak ditemui di berbagai bidang karya, seperti mata uang, dekorasi, tekstil, bangunan, permata, senjata, dan manuskrip ilmuwan.
Betapa pentingnya baca tulis dalam Islam dapat dilihat bagaimana di awal-awal kebangkitan Islam, para tawanan yang tak dapat membayar tebusan diwajibkan membayar dengan mengajari baca tulis kepada kaum muslimin. Saat itu, kaligrafi yang digunakan adalah khat Kufi dan masih belum memiliki tanda baca. baru kemudian di era khalifah Ali bin Abi Thalib, tulisan Arab memiliki tanda baca yang sempurna seperti sekarang.
Seni kaligrafi menunjukkan momentum perkembangannya pada era kekhalifahan Bani Umayyah, yakni masa Khalifah Abdul Malik (685-705 M). Saat itu, Khalifah memutuskan untuk menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi sehingga khat pun berkembang dari awalnya hanya Kufi, menjadi beberapa seni khat yang lebih lembut dan mudah digoreskan. Jenis khat baru yang berhasil dirumuskan diantaranya khat Tumar, Nisf, Tsulus, Tsulusain, dan Jalil. Adalah Qutbah Al-Muharrir, tokoh kaligrafi yang terkenal saat itu.
Penemuan kertas di Cina (abad 9 M) turut berperan penting dalam perkembangan kaligrafi. Jika sebelumnya penulisan dilakukan pada kulit dan daun lontar, khat kemudian lebih mudah dituliskan pada kertas dengan teknik pewarnaan yang bervariasi. Di era ini, muncul nama Ibnu Muqla (886-940 M) yang menerapkan prinsip geometri dalam kaligrafi dan diikuti oleh para kaligrafer setelahnya. Dia juga berperan dalam pengembangan tulisan kursif yang selanjutnya dinamai khat Naskh. Khat ini banyak dipakai dalam penulisan mushaf Al-Quran. Hingga era kekhalifahan Abbasiyah, banyak gaya kaligrafi yang dihasilkan dan tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Diantara tokoh tersebut ada Ibnu Bauwab dan Yaqut Al-Musta’tsimi.
Demikian sekilas tulisan sejarah kaligrafi Islam. Semoga bermanfaat bagi sobat Al-Amiib Kubah semuanya. Tentu saja, perkembangan kaligrafi tak berhenti di kekhalifahan Abbasiyah saja. Ada jalan panjang yang dilalui hingga seni kaligrafi masuk di Indonesia. Terima kasih.