1. Puter Kayun, Banyuwangi
Tradisi Puter Kayun digelar oleh warga Boyolangu di Banyuwangi pada hari ke sepuluh bulan Syawal. Bentuk acaranya semacam napak tilas dengan naik dokar (delman) dari Boyolangu menuju Watu Dodol. Tentu saja ada puluhan delman yang dilibatkan dan kesemuanya dihias dengan indah. Dipercaya, tradisi ini berawal dari sejarah Ki Buyut Jakso, tokoh dan leluhur warga Boyolangu yang pertama kali membangun jalan di kawasan utara Boyolangu.
Ceritanya, ketika Belanda membuka jalan sebelah utara Banyuwangi, ada gundukan gunung yang tidak bisa dibongkar. Karena kehabisan akal, akhirnya mereka minta tolong kepada Ki Buyut Jakso. Ki Jakso kemudian tinggal dan melakukan semedi di gunung Silangu yang saat ini menjadi daerah Boyolangu. Dengan kesaktiannya, akhirnya Ki Jakso berhasil menjebol (dalam bahasa Jawa : ndodol) jalan tersebut yang kemudian wilayahnya dinamai Watu Dodol.
Sejak saat itu, anak keturunan Ki Buyut Jakso melakukan napak tilas dari Boyolangu ke Watu Dodol. Mengingat pada waktu itu mayoritas masyarakat Boyolangu bekerja sebagai kusir dokar maka napak tilaspun dilakukan dengan mengendarai dokar. Biasanya, sebelum Puter Kayun, masyarakat melakukan ziarah ke Makam Ki Buyut Jakso dan mengadakan acara Kupat Sewu, tepatnya tiga hari sebelum tradisi Puter Kayun dilaksanakan.
2. Ritual Sesaji Rewanda, Semarang
Tradisi Sesaji Rewanda biasa digelar di desa Kandri, Gunungpati, Semarang. Bentuk acaranya juga napak tilas. Pada acara ini, para warga, dengan berpakaian adat jawa, memikul replika kayu jati berukuran besar. Mereka mengenang dan napak tilas Sunan Kalijaga ketika mencari kayu jati untuk membagun masjid Demak.
3. Gunungan Ketupat Syawal, Klaten
Gunungan adalah tradisi yang cukup lekat di masyarakat Jawa. Di Klaten, perayaan Gunungan Ketupat dilakukan di bukit Sidoguro, Krakitan, Bayat. Bentuk acaranya, masyarakat melakukan kirab gunungan ketupat, biasanya belasan gunungan yang terdiri lebih ribuan ketupat, dari balai desa Krakitan menuju bukit Sidoguro. Jaraknya sekita satu kilometer. Sesampainya ditujuan, gunungan ketupat dan berbagai hasil bumi rakyat diperebutkan ramai-ramai dengan penuh kemeriahan.
4. Grebeg Syawal, Yogyakarta dan Solo
Tradisi gunungan di Solo dan Yogyakarta dikenal dengan sebutan Grebeg Syawal. Gunungan yang dibagikan terdiri atas beragam makanan dan hasil bumi yang akan dinikmati bersama-sama masyarakat. Grebeg Syawal di Solo merupakan ritual tahunan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan biasanya diadakan di halaman Masjid Agung, Pasar Kliwon, Solo. Gunungan yang dikeluarkan ada dua jenis, sebutannya gunungan Jaler dan Estri.
Adapun Grebeg Syawal di Yogyakarta, bertempat di Masjid Gede Kauman dan diikuti ribuan warga. Gunungan yang dikeluarkan oleh Keraton Ngayogyakarta biasanya diantar dan dikawal oleh anggota keluarga keraton beserta prajurit atau abdi ndalem.
5. Syawalan, Pekalongan
Tidak seperti daerah lain yang menyajikan gunungan hasil bumi, gelaran Syawalan di Pekalongan menyuguhkan lopis raksasa. Tradisi ini dilakukan di daerah Krapyak. Lopis sendiri merupakan makanan khas yang dibuat dari beras ketan dan menjadi simbol persatuan yang erat. Dalam acara ini, lopis raksasa akan dipotong-potong lalu dibagikan kepada warga.