Salah satu masjid tua peninggalan wali songo adalah Masjid Menara Kudus. Berlokasi di kelurahan Kauman, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, masjid ini didirikan oleh Sunan Kudus pada 956 Hijriyah atau 1549 Masehi.
Keterangan masa pendirian Masjid Menara Kudus dapat dilihat pada inkripsi berbahasa Arab yang tertulis di prasasti batu yang terletak pada mihrab masjid. Konon, batu tersebut didatangkan dari Baitul Maqdis di Palestina.
Menilik dari karakteristik Masjid Menara Kudus, maka kita akan melihat dan merasakan betapa bijaksananya Sunan Kudus dalam berdakwah serta membumikan Islam di tengah-tengah masyarakat. Anggota Wali Songo yang bernama asli Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan ini memanfaatkan kearifan lokal dan budaya yang berkembang saat itu sebagai media dakwah. Termasuk di dalamnya, membangun masjid dengan arsitektur budaya saat itu yang kemudian tampak sebagaimana Masjid Menara Kudus sekarang.
Masjid Menara Kudus memang memiliki kesan yang berbeda dengan masjid Umumnya. Hal yang mencolok adalah menara yang berdiri menjulang di sebelah tenggara masjid. Menara berkonstruksi susunan batubata merah itu bentuknya menyerupai bangunan candi khas Jawa Timur. Bahkan ada yang menyebut menara itu mirip dengan Bale Kulkul atau bangunan penyimpan kentongan di Bali.
Di dalam menara, terdapat tangga yang terbuat dari kayu jati yang mungkin dibuat pada tahun 1895 Masehi. Bangunan dan hiasannya jelas menunjukkan adanya hubungan dengan kesenian Hindu Jawa. Karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : kaki, badan, dan puncak bangunan. Menara ini dihiasi pula antefiks atau hiasan yang menyerupai bukit kecil.
Kaki dan badan menara dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi kayu jati dengan empat batang saka guru yang menopang dua tumpuk atap tajug.
Selain menara yang mirip candi, keunikan lain yang ada di masjid Menara Kudus adalah pancuran wudlunya. Ada delapan pancuran wudlu di sana dan di bagian atasnya ada hiasan arca. Jumlah delapan pancuran ini mirip dengan ajaran dalam Buddha, yakni Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.
Kebijakan Sunan Kudus yang sedemikian terbuka dalam berdakwah dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam membuat Islam secara perlahan dapat diterima dan dengan kuat mewarnai peradaban masyarakat Jawa. Dapat dikatakan, beliau berhasil menanamkan kedalaman sakralitas ajaran Islam dengan balutan khasanah budaya Jawa.
Ada satu mitologi yang diyakini masyarakat tentang masjid Menara Kudus. Mereka meyakini Sunan Kudus telah menanam rajah kalacakra di gerbang masuk menuju masjid. Dipercaya, rajah tersebut menjadi semacam ‘senjata’ yang melemahkan daya kekuatan dan linuwih seseorang. Bahkan, penguasa yang tidak jujur dipercaya akan kehilangan semua kekuasaannya manakala melewati gerbang ini. Sehingga, tak aneh bila kemudian jarang ada pejabat yang berani melewatinya. Mereka biasanya akan mengambil jalan lain dengan dipandu oleh pengelola masjid.
Namun, terlepas dari aspek mistik yang ada di sana, setidaknya ada dua pesan penting dari masjid peninggalan Sunan Kudus ini. Beliau mengajarkan kita untuk toleran dan santun. Siapa pun yang datang ke masjid hendaknya melepaskan segenap atribut kekuasaan dan ambisi duniawi serta saling menghargai dan menyayangi.(*)
Sumber gambar : https://situsbudaya.id/689-2/