Selamat menjalankan ibadah Ramadan, sahabat Al Amiin Kubah. Alhamdulillaah, kita diperkenankan bertemu kembali dengan Ramadan. Nikmat ini patutlah kita syukuri karena Ramadan adalah bulan yang paling mulia dan di dalamnya terhimpun puncak keutamaan melampaui bulan-bulan yang lain. Tentu merupakan nikmat yang tidak terkira bilamana kita dapat bersih dari dosa, ibarat suci seperti bayi yang telah lahir saat mencapai kemenangan Ramadan.
Sebagai bulan Puasa, Ramadan memang sangat lekat dengan kesan menahan nafsu, lapar dan dahaga. Kondisi ini bisa dikatakan sebagai momen yang tepat dalam melatih dan meningkatkan nilai produktifitas. Lingkungan profesional menuntut akan totalitas dan kerja secara cerdas. Wahana puasa dapat menjadi ruang latihan yang tepat untuk itu.
Seseorang yang terbiasa dengan puasa dipastikan memiliki emosi yang lebih terkendali dan fokus yang lebih matang. Kedua faktor ini sangat diperlukan dalam ruang lingkup produktif. Maka, tentu menjadi sebuah kesalahan manakala puasa dikatakan sebagai hambatan dan alasan untuk sebuah kemalasan. Fakta yang ada justru menunjukkan, banyak tokoh yang mencapai kesuksesan dengan bekal puasa dan menali diri dengan dzikir.
Sebut saja beliau Bapak BJ. Habibie, pelopor teknologi pesawat pertama Indonesia. Dikenal sebagai ilmuwan yang mantap di bidangnya, beliau biasa menjalankan puasa senin kamis sejak saat masih usia wajib belajar. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden Ke-4 RI dengan latar belakang pesantren yang lekat dengan tradisi thoriqoh.
Ada lagi yang lebih heroik, kisah emas Sultan Sholahuddin Al Ayyubi yang merebut kembali Yerussalem di masa perang Salib. Sang Sultan merupakan produk dari madrasah yang dirintis oleh Imam Al Ghozali sekaligus salah satu murid dari penghulu para wali, Syaikh ‘Abdul Qodir Al Jilani. Dengan kata lain, Sultan Sholahuddin adalah pengamal thoriqoh yang tak lepas dari adat berpuasa. Begitu pula dengan amaliyah dibalik keberhasilan penaklukan Konstantinopel dari Kekaisaran Bizantium oleh Sultan Muhammad Al Fatih.
Demikianlah, puasa sebenarnya telah menjadi rahasia kunci dari para alim dan amir di zamannya. Sebagaimana yang telah dituntunkan, puasa adalah penali nafsu dan penjaga kebersihan hati. Jika kita menjalani aktifitas produktif kita dalam keadaan hati bersih dan niat bertaqorrub, maka dapat dipastikan akan muncul “mutiara” kemanfaatan dari apa yang kita usahakan. Sekian, semoga bermanfaat.
L. Fayumi